Ragam  

Mengenal Karia’a, Cara Masyarakat Wanci Islamkan Anak

Acara ini diselenggarakan setiap tahun untuk mengenalkan cara khitanan kepada anak.

SultraLighat.Net – Wakatobi tidak hanya terkenal dengan keindahan wisata lautnya saja, tetapi di Wakatobi juga kaya akan seni tradisi dan kebudayaan, salah satunya adalah tradisi khitanan atau masyarkat di Wakatobi menyebutnya Karia’a (sunatan).

Wakatobi yang saat ini masih memegang teguh adat Karia’a, sebuah adat untuk mengislamkan setiap anak yang telah menginjak usia remaja, baik laki-laki maupun perempuan.

Adat Karia’a ini telah diwariskan secara turun temurun selama berpuluh-puluh tahun. Dan hingga saat ini kelestariannya masih terus terjaga.

Masyarakat setempat menyebutnya sebagai acara pingitan massal. Acara ini diselenggarakan setiap tahun untuk mengenalkan cara khitanan kepada anak.

Karia’a merupakan tradisi yang masih kental dan dilakoni masyarakat Wakatobi khususnya di Desa Wanci, Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Biasanya, tradisi ini sering dilakukan oleh masarakat Wakatobi saat selesai merayakan hari raya Idul fitri dan Idul Adha yang berlansung selama dua hari.

BACA JUGA :  Hugua dan Anton Timbang Jadikan Wakatobi Pusat Industri Musik dan Film Dunia

“Karia’a ini bisa dilakukan kapan saja tetapi biasanya diadakan ketika selesai Lebaran Idul Fitri atau Idul Adha,” ungkap Wa Bida salah seorang warga di Wakatobi 4 Mei 2022.

Tidak hanya itu, tradisi ini juga digunakan masyarakat Wakatobi sebagai momentum  mempererat tali silaturahmi antara keluarga, kerabat, tetangga.

Karna selain tetangga yang hadir, saudara yang jauhpun yang berada di luar kota turut diundang untuk memeriahkan acara ini.

Karia’a ini adalah sebuah tradisi yang sangat unik yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh adat dan agama yang ada di wakatobi.

Tradisi karia’a ini ditujukan kepada para gadis-gadis yang beranjak dewasa (Kalambe) dan kepada seorang laki-laki (Anamoane).

Bagi perempuan akan menghias dan mempercantik dirinya serta memakai pakaian adat dan tanda pungo (hiasan kepala).

Setelah menghias diri mereka akan di pikul (Lemba) menggunakan tandu (Kansoda) kemudian dipikul (arak) keliling kampung.

Sedangkan untuk laki-lakinya setelah memakai pakai adat mereka akan berjalan dan berlari-lari kecil (Lengko) sambil memutar-mutar sapu tangan yang mereka pegang serta mengikuti para tokoh adat dan agama.

BACA JUGA :  Tunggal Putra Paceklik Gelar All England 25 Tahun, Ini Saran Untuk Jonatan dkk

Ketika diarak keliling kampung para ibu-ibu akan berjalan mengikuti rombongan

kansoda dan Lengko sambil makanjara dan kadandio (menyanyikan lagu daerah wanci) dengan penuh semangat dan gembira.

“Kadandio dan makanjara itu sudah dilakukan dari dulu karena rasa senang mereka sebagai orang tua bahwa anaknya sudah kalambe dan anamoane,” ucap Sufiati salah seorang warga Wakatobi.

Tradisi Karia’a merupakan salah satu tradisi suku Buton Wakatobi yang dilakukan sejak 1918. Biasanya dilakukan di lapangan terbuka, ditandai dengan suara nyanyian dari sekelompok ibu-ibu.

Seluruh peserta perayaan Karia’a akan mendapatkan bagian dari Syara (pemimpin upacara Karia’a) kemudian, semua peserta upacara akan menuju Batanga (tempat perayaan) dari rumah mereka masing-masing dengan menggunakan Kansoda’a (usungan yang terbuat dari bambu atau besi).